No leader just together!
Selasa, 13 Maret 2012
Sabtu, 10 Maret 2012
Rabu, 07 Maret 2012
Tetap PSS Sleman, Hitam dan Militan
Sleman Champione!
Akhirnya perjalanan setengah musim Kompetisi LPIS berakhir hari ini, PSS Sleman melakoni laga terakhir dengan penuh percaya diri!
Kami bangga dengan PSS Sleman, dan kami tetap bangga dengan Hitam ini!
Tetap jaga semangat ini, tetap satu tujuan No Leader Just Together!
Kami percaya jiwa-jiwa kalian sore tadi adalah jiwa-jiwa pilihan, jiwa militan! Semangat mu, Teriakan mu, semua pengorbananmu tidak akan pernah sia-sia kawan!
Tetap jaga asa ini, tetap jaga Hitam dan Militansi ini, karena kita adalah keluarga besar Brigata Curva Sud! Karena Hitam dan Militansi ini adalah semangat baru yang akan terus membara, Kami ada Karena PSS!
BCS-an
http://bcspss.com/105/tetap-pss-sleman-hitam-dan-militan/
Akhirnya perjalanan setengah musim Kompetisi LPIS berakhir hari ini, PSS Sleman melakoni laga terakhir dengan penuh percaya diri!
Kami bangga dengan PSS Sleman, dan kami tetap bangga dengan Hitam ini!
Tetap jaga semangat ini, tetap satu tujuan No Leader Just Together!
Kami percaya jiwa-jiwa kalian sore tadi adalah jiwa-jiwa pilihan, jiwa militan! Semangat mu, Teriakan mu, semua pengorbananmu tidak akan pernah sia-sia kawan!
Tetap jaga asa ini, tetap jaga Hitam dan Militansi ini, karena kita adalah keluarga besar Brigata Curva Sud! Karena Hitam dan Militansi ini adalah semangat baru yang akan terus membara, Kami ada Karena PSS!
BCS-an
http://bcspss.com/105/tetap-pss-sleman-hitam-dan-militan/
bcs meminta maaf kpd pss
Permohonan Maaf BCS kepada PSS, Seluruh Masyarakat Sleman & DIY
Permohonan Maaf Brigata Curva Sud kepada PSS, Seluruh Masyarakat Sleman dan DIY:
1. Brigata Curva Sud memohon maaf kepada PSS,seluruh suporter & penonton, maupun semua pihak, atas terjadinya insiden pasca-pertandingan PSS vs Persepar, 3 Maret 2012 yang lalu.
2. Kami mengakui telah melakukan kesalahan karena menanggapi secara berlebihan tindakan provokasi dari beberapa oknum suporter dari tribun utara.
3. Karena saat ini sedang jeda kompetisi,kami menghimbau kepada seluruh keluarga Brigata Curva Sud bisa membuat & menjaga suasana tetap kondusif.
4. Untuk ke depannya,kami akan terus berusaha lebih baik dalam mendukung PSS melalui kreatifitas kami, kapanpun & dimanapun.
5. Kami mengajak kepada seluruh penonton umum untuk tetap mendukung PSS & tidak perlu terpengaruh terhadap insiden 3 Maret 2012 yang lalu. Mari kita bersama-sama menciptakan suasana yang kondusif.
http://bcspss.com/243/permohonan-maaf-bcs-kepada-pss-seluruh-masyarakat-sleman-diy/
1. Brigata Curva Sud memohon maaf kepada PSS,seluruh suporter & penonton, maupun semua pihak, atas terjadinya insiden pasca-pertandingan PSS vs Persepar, 3 Maret 2012 yang lalu.
2. Kami mengakui telah melakukan kesalahan karena menanggapi secara berlebihan tindakan provokasi dari beberapa oknum suporter dari tribun utara.
3. Karena saat ini sedang jeda kompetisi,kami menghimbau kepada seluruh keluarga Brigata Curva Sud bisa membuat & menjaga suasana tetap kondusif.
4. Untuk ke depannya,kami akan terus berusaha lebih baik dalam mendukung PSS melalui kreatifitas kami, kapanpun & dimanapun.
5. Kami mengajak kepada seluruh penonton umum untuk tetap mendukung PSS & tidak perlu terpengaruh terhadap insiden 3 Maret 2012 yang lalu. Mari kita bersama-sama menciptakan suasana yang kondusif.
http://bcspss.com/243/permohonan-maaf-bcs-kepada-pss-seluruh-masyarakat-sleman-diy/
bcs
Ladies Curva Sud : “Sepakbola itu cocok bagi gadis-gadis yang teguh dan keras, tetapi tidak cocok untuk anak lelaki yang lemah dan lunak”. ~ Oscar Wilde
Yeesss !!! Ladies Curva Sud (LCS), merupakan salah satu komunitas suporter PSS Sleman yang tergabung dalam Brigata Curva Sud (BCS).
Komunitas LCS beranggotakan puluhan suporter perempuan yang
terorganisir dengan latar belakang yang berbeda-beda mulai dari pelajar,
mahasiswi, wanita karir bahkan ibu rumah tangga. Seperti BCS, LCS tidak
memiliki ketua ataupun pengurus. LCS dikoordinir oleh beberapa
anggotanya yang mau berkorban waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung
PSS Sleman.
Jangan ragukan jiwa militansi LCS !!! Meskipun usia LCS terhitung dini namun jiwa militansi dan totalitas mereka tak perlu diragukan lagi. Anggota LCS sebenarnya berisikan orang-orang lama sebagai pendukung PSS Sleman, namun agar suporter perempuan di tribun selatan lebih terorganisir maka komunitas ini dibentuk. Dalam musim ini LCS mampu mengerahkan anggotanya untuk mendukung PSS Sleman baik di kandang maupun tandang. Tercatat musim ini LCS menggelar tour ke Kediri, Solo, Cilacap, dan Magelang dan secara maksimal mampu mengerahkan anggotanya. Tour yang digelar LCS ini berkoordinasi dengan koordinator tour BCS untuk urusan transportasi dan tiket stadion.
Bagaimana cara bergabung dengan LCS ??? Jika anda perempuan dan fanatik dengan PSS Sleman, silahkan bergabung dengan LCS. Saat pertandingan kandang berlangsung, silahkan anda membeli tiket tribun selatan, carilah segerombolan perempuan berkaos hitam dan sampaikan keinginan anda untuk bergabung. Tak ada syarat khusus untuk bergabung dengan LCS, yang penting anda pendukung setia PSS Sleman dan mau membeli tiket pertandingan sudah cukup.
Apa yang bisa anda dapatkan jika bergabung dengan LCS ??? Banyak manfaat jika anda tergabung dengan LCS. Kemudahan akses dalam hal tiket, transportasi, dan kenyamanan dalam mendukung PSS Sleman menjadi prioritas. Selain itu, anda akan mendapatkan banyak teman dan pengalaman berharga yang tak anda dapatkan dari kelompok suporter manapun. Dan yang perlu anda ketahui, LCS akan memberikan pengaruh positif untuk sesama pendukung PSS, klub PSS Sleman, dan seluruh penggila bola di dunia ini. Salut !!!
“Sepakbola itu cocok bagi gadis-gadis yang teguh dan keras, tetapi tidak cocok untuk anak lelaki yang lemah dan lunak”. ~ Oscar Wilde
http://bcspss.com/245/ladies-curva-sud-sepakbola-itu-cocok-bagi-gadis-gadis-yang-teguh-dan-keras-tetapi-tidak-cocok-untuk-anak-lelaki-yang-lemah-dan-lunak-oscar-wild
Jangan ragukan jiwa militansi LCS !!! Meskipun usia LCS terhitung dini namun jiwa militansi dan totalitas mereka tak perlu diragukan lagi. Anggota LCS sebenarnya berisikan orang-orang lama sebagai pendukung PSS Sleman, namun agar suporter perempuan di tribun selatan lebih terorganisir maka komunitas ini dibentuk. Dalam musim ini LCS mampu mengerahkan anggotanya untuk mendukung PSS Sleman baik di kandang maupun tandang. Tercatat musim ini LCS menggelar tour ke Kediri, Solo, Cilacap, dan Magelang dan secara maksimal mampu mengerahkan anggotanya. Tour yang digelar LCS ini berkoordinasi dengan koordinator tour BCS untuk urusan transportasi dan tiket stadion.
Bagaimana cara bergabung dengan LCS ??? Jika anda perempuan dan fanatik dengan PSS Sleman, silahkan bergabung dengan LCS. Saat pertandingan kandang berlangsung, silahkan anda membeli tiket tribun selatan, carilah segerombolan perempuan berkaos hitam dan sampaikan keinginan anda untuk bergabung. Tak ada syarat khusus untuk bergabung dengan LCS, yang penting anda pendukung setia PSS Sleman dan mau membeli tiket pertandingan sudah cukup.
Apa yang bisa anda dapatkan jika bergabung dengan LCS ??? Banyak manfaat jika anda tergabung dengan LCS. Kemudahan akses dalam hal tiket, transportasi, dan kenyamanan dalam mendukung PSS Sleman menjadi prioritas. Selain itu, anda akan mendapatkan banyak teman dan pengalaman berharga yang tak anda dapatkan dari kelompok suporter manapun. Dan yang perlu anda ketahui, LCS akan memberikan pengaruh positif untuk sesama pendukung PSS, klub PSS Sleman, dan seluruh penggila bola di dunia ini. Salut !!!
“Sepakbola itu cocok bagi gadis-gadis yang teguh dan keras, tetapi tidak cocok untuk anak lelaki yang lemah dan lunak”. ~ Oscar Wilde
http://bcspss.com/245/ladies-curva-sud-sepakbola-itu-cocok-bagi-gadis-gadis-yang-teguh-dan-keras-tetapi-tidak-cocok-untuk-anak-lelaki-yang-lemah-dan-lunak-oscar-wild
Sabtu, 03 Maret 2012
sejarah pss sleman
SEJARAH SINGKAT PERJALANAN TEAM HIJAU PSS MENUJU SEPAKBOLA NASIONAL
SUDAH lama dan berpanjang lebar orang membicarakan bagaimana sebuah permainan sepakbola bisa baik, berkualitas tinggi. Bahkan, dalam konteks nasional, Indonesia pernah kebingungan mencari jawaban itu. Berbagai pelatih atau instruktur didatangkan dari Brasil, Jerman, Belanda dan sebagainya. Namun, toh sepakbola Indonesia tak pernah memuaskan, bahkan tekesan mengalami kemunduran.
Dari pengalaman upaya Tim Nasional Indonesia untuk membangun sebuah permainan sepakbola yang baik itu, sebenarnya ada kesimpulan yang bisa diambil. Kesimpulan itu adalah, selama ini Indonesia hanya mencoba mengkarbit kemampuan sepakbolanya dengan mendatangkan pelatih berkelas dari luar negeri. Indonesia tidak pernah membangun kultur atau budaya sepakbola secara baik. Dengan kata lain, upaya PSSI selama ini lebih membuat produk instan daripada membangun kultur dimaksud.
Pelatih berkualitas, teori dan teknik sebenarnya bukan barang sulit untuk dimiliki. Elemen-elemen itu ada dalam textbook, atau bahkan sudah di luar kepala seiring dengan meluasnya popularitas sepakbola. Indonesia termasuk gudangnya komentator. Bahkan, seorang abang becak pun bisa berbicara tentang sepakbola secara teoritis dan analitis.
Sebab itu, seperti halnya sebuah kehidupan, sepakbola membutuhkan kultur. Artinya, sepakbola harus menjadi kebiasaan atau tradisi yang melibatkan daya upaya, hasrat jiwa, interaksi berbagai unsur dan berproses secara wajar dan jujur, bertahap dan hidup.
Untuk membangun kultur sepakbola itu, jawaban terbaik adalah membangun kompetisi yang baik pula. Lewat kompetisi, tradisi sepakbola lengkap dengan segala elemennya akan berproses dan berkembang ke arah yang lebih baik. Akan lebih baik lagi kompetisi itu terbangun sejak pelakunya masih kecil, tanpa rekayasa dan manipulasi. Pada gilirannya, tradisi itu akan melahirkan sebuah permainan indah dan berkualitas, serta memiliki bentuk dan ciri khasnya tersendiri. Itu sebabnya, kenapa sepakbola Brasil, Belanda, Inggris, Jerman dan Italia tidak hanya berkualitas, tapi juga punya gaya khasnya sendiri- sendiri.
Dalam konteks kecil dan lokal, Persatuan Sepakbola Sleman (PSS), sadar atau tidak, sebenarnya telah membangun sebuah kultur sepakbolanya melalui kompetisi lokal yang rutin, disiplin dan bergairah. Berdiri tahun 1976, PSS termasuk perserikatan yang muda jika dibandingkan dengan PSIM Yogyakarta, Persis Solo, Persib Bandung, Persebaya Surabaya, PSM Makassar, PSMS Medan, Persija dan lainnya.
Namun, meski muda, PSS mampu membangun kompetisi sepakbola secara disiplin, rutin dan ketat sejak pertengahan tahun 1980-an. Kompetisi itu tak bernah terhenti sampai saat ini. Sebuah konsistensi yang luar biasa. Bahkan, kompetisi lokal PSS kini dinilai terbaik dan paling konsisten di Indonesia. Apalagi, kompetisi yang dijalankan melibatkan semua divisi, baik divisi utama, divisi I maupun divisi II. Bahkan, pernah PSS juga menggelar kompetisi divisi IIA.
Maka, tak pelak lagi, PSS kemudian memiliki sebuah kultur sepakbola yang baik. Minimal, di Sleman telah terbangun sebuah tradisi sepakbola yang meluas dan mengakar dari segala kelas. Pada gilirannya, tak menutup kemungkinan jika suatu saat PSS mampu menyuguhkan permainan fenomenal dan khas.
Ini prestasi luar biasa bagi sebuah kota kecil yang berada di bawah bayang-bayang Yogyakarta ini. Di Sleman tak ada sponsor besar, atau perusahaan-perusahaan raksasa yang bisa dimanfaatkan donasinya untuk mengembangkan sepakbola. Kompetisi itu lebih berawal dari kecintaan sepakbola, tekad, hasrat, motivasi dan kemauan yang tinggi. Semangat seluruh unsur #penonton, pemain, pelatih, pengurus dan pembina #terlihat begitu tinggi.
Meski belum optimal, PSS akhirnya menuai hasil dari tradisi sepakbola mereka. Setidaknya, PSS sudah melahirkan pemain nasional Seto Nurdiantoro. Sebuah prestasi langka bagi DIY. Terakhir, pemain nasional dari DIY adalah kiper Siswadi Gancis. Itupun ia menjadi cadangan Hermansyah. Yang lebih memuaskan, pada kompetisi tahun 1999/2000, PSS berhasil masuk jajaran elit Divisi Utama Liga Indonesia (LI).
Perjalanan PSS yang membanggakan itu bukan hal yang mudah. Meski lambat, perjalanan itu terlihat mantap dan meyakinkan. Sebelumnya, pada kompetisi tahun 1990-an, PSS masih berada di Divisi II. Tapi, secara perlahan PSS bergerak dengan mantap. Pada kompetisi tahun 1995/96, tim ini berhasil masuk Divisi I, setelah melewati perjuangan berat di kompetisi-kompetisi sebelumnya.
Dengan kata lain, PSS mengorbit di Divisi Utama LI bukan karena karbitan. Ia melewatinya dengan proses panjang. Kasus PSS menjadi contoh betapa sebuah kulturisasi sepakbola akan lebih menghasilkan prestasi yang mantap daripada produk instan yang mengandalkan ketebalan duit.
Dan memang benar, setelah bertanding di kompetisi Divisi Utama, PSS bukanlah pendatang baru yang mudah dijadikan bulan- bulanan oleh tim-tim elit. Padahal, di Divisi Utama, PSS tetap menyertakan pemain produk kompetisi lokalnya. Mereka adalah M Iksan, Slamet Riyadi, Anshori, Fajar Listiantoro dan M Muslih. Bahkan, M Ikhsan, Slamet Riyadi dan Anshori merupakan pemain berpengaruh dalam tim.
Pada penampilan perdananya, PSS langsung mengagetkan insan sepakbola Indonesia. Di luar dugaan, PSS menundukkan tim elit bergelimang uang, Pelita Solo 2-1.
Bahkan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono sendiri yang saat itu berada di Brunei Darussalam dalam rangka promosi wisata juga kaget. Kepada Bupati Sleman Ibnu Subianto yang mengikutinya, Sri Sultan mengatakan, "Ing atase cah Sleman sing ireng-ireng biso ngalahke Pelita." Artinya, anak-anak Sleman yang hitam-hitam itu (analog orang desa) kok bisa mengalahkan tim elit Pelita Solo.
Saat itu, Ibnu Subianto menjawab, "Biar hitam nggak apa- apa tho pak, karena bupatinya juga hitam." Ini sebuah gambaran betapa prestasi PSS memang mengagetkan. Bahkan, gubernur sendiri kaget oleh prestasi anak-anaknya. Akan lebih mengagetkan lagi, jika Sri Sultan tahu proses pertandingan itu. Sebelum menang, PSS sempat ketinggalan 0-1 lebih dulu. Hasil ini menunjukkan betapa permainan PSS memiliki kemampuan dan semangat tinggi, sehingga tak minder oleh tim elit dan tak putus asa hanya karena ketinggalan. Berikutnya, tim cukup tua Gelora Dewata menjadi korbannya. Bahkan, di klasemen sementara, PSS sempat bertengger di urutan pertama.
Ketika tampil di kandang lawan, Malang United dan Barito Putra, PSS juga tak bermain cengeng. Bahkan, meski akhirnya kalah, PSS membuat tuan rumah selalu was-was. Sehingga, kekalahan itu tetap menjadi catatan mengesankan. Maka, tak heran debut PSS itu kemudian menjadi perhatian banyak orang. Hanya dalam sekejap, PSS sudah menjadi tim yang ditakuti, meski tanpa bintang.
Pembinaan sepakbola ala PSS ini akan lebih tahan banting. Sebab itu, terlalu berlebihan jika menilai PSS bakal numpang lewat di Divisi Utama.
Dengan memiliki tradisi sepakbola yang mantap dan mapan, tak menutup kemungkinan jika PSS akan memiliki kualitas sepakbola yang tinggi. Bahkan, bukan hal mustahil jika suatu saat PSS bisa juara LI.
Apa yang terjadi di Sleman sebenarnya mirip dengan yang terjadi di Bandung dengan Persib-nya dan di Surabaya dengan Persebaya-nya. Di kedua kota itu, kompetisi lokal juga berjalan dengan baik, bahkan sepakbola antarkampung (tarkam) pun kelewat banyak. Maka tak heran jika sepakbola di Bandung dan Surabaya sangat tangguh dan memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu, jika tradisi sepakbola di Sleman bisa dipertahankan bahkan dikembangkan, tak menutup kemungkinan PSS akan memiliki nama besar seperti halnya Persib atau Persebaya. Semoga!
Dari pengalaman upaya Tim Nasional Indonesia untuk membangun sebuah permainan sepakbola yang baik itu, sebenarnya ada kesimpulan yang bisa diambil. Kesimpulan itu adalah, selama ini Indonesia hanya mencoba mengkarbit kemampuan sepakbolanya dengan mendatangkan pelatih berkelas dari luar negeri. Indonesia tidak pernah membangun kultur atau budaya sepakbola secara baik. Dengan kata lain, upaya PSSI selama ini lebih membuat produk instan daripada membangun kultur dimaksud.
Pelatih berkualitas, teori dan teknik sebenarnya bukan barang sulit untuk dimiliki. Elemen-elemen itu ada dalam textbook, atau bahkan sudah di luar kepala seiring dengan meluasnya popularitas sepakbola. Indonesia termasuk gudangnya komentator. Bahkan, seorang abang becak pun bisa berbicara tentang sepakbola secara teoritis dan analitis.
Sebab itu, seperti halnya sebuah kehidupan, sepakbola membutuhkan kultur. Artinya, sepakbola harus menjadi kebiasaan atau tradisi yang melibatkan daya upaya, hasrat jiwa, interaksi berbagai unsur dan berproses secara wajar dan jujur, bertahap dan hidup.
Untuk membangun kultur sepakbola itu, jawaban terbaik adalah membangun kompetisi yang baik pula. Lewat kompetisi, tradisi sepakbola lengkap dengan segala elemennya akan berproses dan berkembang ke arah yang lebih baik. Akan lebih baik lagi kompetisi itu terbangun sejak pelakunya masih kecil, tanpa rekayasa dan manipulasi. Pada gilirannya, tradisi itu akan melahirkan sebuah permainan indah dan berkualitas, serta memiliki bentuk dan ciri khasnya tersendiri. Itu sebabnya, kenapa sepakbola Brasil, Belanda, Inggris, Jerman dan Italia tidak hanya berkualitas, tapi juga punya gaya khasnya sendiri- sendiri.
Dalam konteks kecil dan lokal, Persatuan Sepakbola Sleman (PSS), sadar atau tidak, sebenarnya telah membangun sebuah kultur sepakbolanya melalui kompetisi lokal yang rutin, disiplin dan bergairah. Berdiri tahun 1976, PSS termasuk perserikatan yang muda jika dibandingkan dengan PSIM Yogyakarta, Persis Solo, Persib Bandung, Persebaya Surabaya, PSM Makassar, PSMS Medan, Persija dan lainnya.
Namun, meski muda, PSS mampu membangun kompetisi sepakbola secara disiplin, rutin dan ketat sejak pertengahan tahun 1980-an. Kompetisi itu tak bernah terhenti sampai saat ini. Sebuah konsistensi yang luar biasa. Bahkan, kompetisi lokal PSS kini dinilai terbaik dan paling konsisten di Indonesia. Apalagi, kompetisi yang dijalankan melibatkan semua divisi, baik divisi utama, divisi I maupun divisi II. Bahkan, pernah PSS juga menggelar kompetisi divisi IIA.
Maka, tak pelak lagi, PSS kemudian memiliki sebuah kultur sepakbola yang baik. Minimal, di Sleman telah terbangun sebuah tradisi sepakbola yang meluas dan mengakar dari segala kelas. Pada gilirannya, tak menutup kemungkinan jika suatu saat PSS mampu menyuguhkan permainan fenomenal dan khas.
Ini prestasi luar biasa bagi sebuah kota kecil yang berada di bawah bayang-bayang Yogyakarta ini. Di Sleman tak ada sponsor besar, atau perusahaan-perusahaan raksasa yang bisa dimanfaatkan donasinya untuk mengembangkan sepakbola. Kompetisi itu lebih berawal dari kecintaan sepakbola, tekad, hasrat, motivasi dan kemauan yang tinggi. Semangat seluruh unsur #penonton, pemain, pelatih, pengurus dan pembina #terlihat begitu tinggi.
Meski belum optimal, PSS akhirnya menuai hasil dari tradisi sepakbola mereka. Setidaknya, PSS sudah melahirkan pemain nasional Seto Nurdiantoro. Sebuah prestasi langka bagi DIY. Terakhir, pemain nasional dari DIY adalah kiper Siswadi Gancis. Itupun ia menjadi cadangan Hermansyah. Yang lebih memuaskan, pada kompetisi tahun 1999/2000, PSS berhasil masuk jajaran elit Divisi Utama Liga Indonesia (LI).
Perjalanan PSS yang membanggakan itu bukan hal yang mudah. Meski lambat, perjalanan itu terlihat mantap dan meyakinkan. Sebelumnya, pada kompetisi tahun 1990-an, PSS masih berada di Divisi II. Tapi, secara perlahan PSS bergerak dengan mantap. Pada kompetisi tahun 1995/96, tim ini berhasil masuk Divisi I, setelah melewati perjuangan berat di kompetisi-kompetisi sebelumnya.
Dengan kata lain, PSS mengorbit di Divisi Utama LI bukan karena karbitan. Ia melewatinya dengan proses panjang. Kasus PSS menjadi contoh betapa sebuah kulturisasi sepakbola akan lebih menghasilkan prestasi yang mantap daripada produk instan yang mengandalkan ketebalan duit.
Dan memang benar, setelah bertanding di kompetisi Divisi Utama, PSS bukanlah pendatang baru yang mudah dijadikan bulan- bulanan oleh tim-tim elit. Padahal, di Divisi Utama, PSS tetap menyertakan pemain produk kompetisi lokalnya. Mereka adalah M Iksan, Slamet Riyadi, Anshori, Fajar Listiantoro dan M Muslih. Bahkan, M Ikhsan, Slamet Riyadi dan Anshori merupakan pemain berpengaruh dalam tim.
Pada penampilan perdananya, PSS langsung mengagetkan insan sepakbola Indonesia. Di luar dugaan, PSS menundukkan tim elit bergelimang uang, Pelita Solo 2-1.
Bahkan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono sendiri yang saat itu berada di Brunei Darussalam dalam rangka promosi wisata juga kaget. Kepada Bupati Sleman Ibnu Subianto yang mengikutinya, Sri Sultan mengatakan, "Ing atase cah Sleman sing ireng-ireng biso ngalahke Pelita." Artinya, anak-anak Sleman yang hitam-hitam itu (analog orang desa) kok bisa mengalahkan tim elit Pelita Solo.
Saat itu, Ibnu Subianto menjawab, "Biar hitam nggak apa- apa tho pak, karena bupatinya juga hitam." Ini sebuah gambaran betapa prestasi PSS memang mengagetkan. Bahkan, gubernur sendiri kaget oleh prestasi anak-anaknya. Akan lebih mengagetkan lagi, jika Sri Sultan tahu proses pertandingan itu. Sebelum menang, PSS sempat ketinggalan 0-1 lebih dulu. Hasil ini menunjukkan betapa permainan PSS memiliki kemampuan dan semangat tinggi, sehingga tak minder oleh tim elit dan tak putus asa hanya karena ketinggalan. Berikutnya, tim cukup tua Gelora Dewata menjadi korbannya. Bahkan, di klasemen sementara, PSS sempat bertengger di urutan pertama.
Ketika tampil di kandang lawan, Malang United dan Barito Putra, PSS juga tak bermain cengeng. Bahkan, meski akhirnya kalah, PSS membuat tuan rumah selalu was-was. Sehingga, kekalahan itu tetap menjadi catatan mengesankan. Maka, tak heran debut PSS itu kemudian menjadi perhatian banyak orang. Hanya dalam sekejap, PSS sudah menjadi tim yang ditakuti, meski tanpa bintang.
Pembinaan sepakbola ala PSS ini akan lebih tahan banting. Sebab itu, terlalu berlebihan jika menilai PSS bakal numpang lewat di Divisi Utama.
Dengan memiliki tradisi sepakbola yang mantap dan mapan, tak menutup kemungkinan jika PSS akan memiliki kualitas sepakbola yang tinggi. Bahkan, bukan hal mustahil jika suatu saat PSS bisa juara LI.
Apa yang terjadi di Sleman sebenarnya mirip dengan yang terjadi di Bandung dengan Persib-nya dan di Surabaya dengan Persebaya-nya. Di kedua kota itu, kompetisi lokal juga berjalan dengan baik, bahkan sepakbola antarkampung (tarkam) pun kelewat banyak. Maka tak heran jika sepakbola di Bandung dan Surabaya sangat tangguh dan memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu, jika tradisi sepakbola di Sleman bisa dipertahankan bahkan dikembangkan, tak menutup kemungkinan PSS akan memiliki nama besar seperti halnya Persib atau Persebaya. Semoga!
pss sleman
PSS Sleman Bungkam Persepar Palangkaraya 6-3
04 March 2012
Skuad berjuluk Super Elja, PSS Sleman berhasil mengakhiri putaran pertama kompetisi Divisi Utama LPIS 2011/2012 dengan kemenangan. Sore tadi, Sabtu (3/3) PSS berhasil mengalahhkan tamunya Persepar Palangkaraya dengan skor telak 6-3. Gol kemenangan PSS masing-masing dicetak melalui hattrick Andrid Wibawa di menit 13', 50' dan 52'. Sedangkan tiga gol lainnya dicetak melalui Anang Hadi, Marwan Muhammad dan Charles Orock masing-masing di menit 9', 65' dan 83'. Sementara itu tim tamu berhasil memperkecil kedudukan melalui Hendra Panambuan (2 gol) dan Ahmad Faizal.
Bermain dihadapan ribuan pendukung fanatiknya, PSS langsung mecoba mengambil inisiatif serangan. Begitu juga dengan tim tam Persepar sesekali melancarkan serangan ke jantung pertahanan PSS yang dikomandoi Fachrudin, cs. Alhasil jual beli serangan antara kedua tim terjadi. Akibatnya tensi pertandingan menjadi sengit dan panas hingga akhirnya wasit Heru Santoso sampai harus mengeluarkan 2 kartu merah masing-masing untuk Bruno Casmir (PSS) dan Roberto Kwateh (Persepar) yang terlibat ketegangan dan adu pukul di menit ke 34'.
Selain dua kartu merah, Wasit Heru Santoso juga mengeluarkan lima kartu kuning. Dua pemain PSS Sleman, yakni Agus Setiawan dan Bruno Casmir dapat kartu kuning. Sedangkan pemain Persepar Palangkaraya yang terkena kartu kuning adalah Ibi Kunosly Colun, Imam Sahid Albana, dan Dhimas Pongky.
Selanjutnya PSS akan memanfaatkan jeda kompetisi selama 3 minggu untuk memperbaiki performa tim sebelum nantinya akan memulai putaran kedua bertandang ke markas Persipasi Bekasi di Stadion Ciracas, Jakarta Timur pada tanggal 30 Maret 2012.
Bermain dihadapan ribuan pendukung fanatiknya, PSS langsung mecoba mengambil inisiatif serangan. Begitu juga dengan tim tam Persepar sesekali melancarkan serangan ke jantung pertahanan PSS yang dikomandoi Fachrudin, cs. Alhasil jual beli serangan antara kedua tim terjadi. Akibatnya tensi pertandingan menjadi sengit dan panas hingga akhirnya wasit Heru Santoso sampai harus mengeluarkan 2 kartu merah masing-masing untuk Bruno Casmir (PSS) dan Roberto Kwateh (Persepar) yang terlibat ketegangan dan adu pukul di menit ke 34'.
Selain dua kartu merah, Wasit Heru Santoso juga mengeluarkan lima kartu kuning. Dua pemain PSS Sleman, yakni Agus Setiawan dan Bruno Casmir dapat kartu kuning. Sedangkan pemain Persepar Palangkaraya yang terkena kartu kuning adalah Ibi Kunosly Colun, Imam Sahid Albana, dan Dhimas Pongky.
Selanjutnya PSS akan memanfaatkan jeda kompetisi selama 3 minggu untuk memperbaiki performa tim sebelum nantinya akan memulai putaran kedua bertandang ke markas Persipasi Bekasi di Stadion Ciracas, Jakarta Timur pada tanggal 30 Maret 2012.
[ by : Admin ]
Langganan:
Postingan (Atom)